Fenomena tagar #KaburAjaDulu yang viral di media sosial pada awal 2025 memicu beragam reaksi dari masyarakat dan pejabat pemerintah. Tagar ini digunakan oleh banyak anak muda Indonesia untuk mengekspresikan keinginan mereka mencari peluang di luar negeri, baik dalam hal pekerjaan, pendidikan, maupun kualitas hidup yang lebih baik. Namun, munculnya tagar ini juga menimbulkan kritik dari beberapa pihak yang menilai bahwa keinginan untuk merantau mencerminkan kurangnya rasa nasionalisme.Wikipedia+5Tempo.co+5Tempo.co+5Wikipedia
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, menanggapi fenomena ini dengan menyatakan bahwa tren #KaburAjaDulu harus dijadikan momen introspeksi bagi pemerintah. Menurutnya, pemerintah perlu memahami bahwa keinginan anak muda untuk mencari peluang di luar negeri bukanlah tanda ketidakpatriotikan, melainkan bentuk kekecewaan terhadap kondisi sosial dan ekonomi dalam negeri. “Dengan adanya fenomena #KaburAjaDulu, pemerintah justru harus fokus dalam memperkuat program-program penempatan dan perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) kita,” ujarnya .Tempo.co+3merdeka.com+3ANTARA News+3merdeka.com+2ANTARA News+2ANTARA News+2
Sejalan dengan itu, Radius Setiyawan, seorang ahli sosiologi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, menyatakan bahwa #KaburAjaDulu bukan berarti masyarakat tidak nasionalis, melainkan bentuk ekspresi kekecewaan anak muda terhadap kondisi sosial dan ekonomi yang ada. Ia menilai bahwa pemerintah perlu merespons secara positif dan tidak bersikap sinis terhadap ekspresi tersebut .fakta.com+3ANTARA News+3merdeka.com+3
Di sisi lain, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, mengkritik tren #KaburAjaDulu sebagai tanda kurangnya cinta tanah air. Ia menilai bahwa “kabur” bukan solusi ideal, melainkan sikap permisif yang menghindari penyelesaian masalah secara bersama-sama. “Kalau ada masalah kita selesaikan bersama,” tegasnya .ANTARA News+2merdeka.com+2Forum Keadilan+2
Fenomena #KaburAjaDulu mencerminkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh sebagian WNI. Meskipun dianggap sebagai bentuk kurangnya patriotisme oleh sebagian pihak, tren ini juga bisa diinterpretasikan sebagai ekspresi kekecewaan dan keresahan terhadap kondisi sosial-ekonomi dan politik di Indonesia. Banyak pemuda yang merasa kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak, menghadapi ketidakpastian ekonomi, dan merasa masa depan mereka kurang menjanjikan di dalam negeri.Wikipedia+3merdeka.com+3Tempo.co+3
Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lebih mendalam untuk memahami akar permasalahan di balik tren ini. Pemerintah perlu memperhatikan aspirasi masyarakat dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. Hal ini akan membantu mengurangi rasa frustasi dan mendorong rasa optimisme di kalangan generasi muda.merdeka.com
Sebagai penutup, penting untuk diingat bahwa merantau bukanlah tanda kurangnya nasionalisme, melainkan pilihan individu untuk mencari peluang yang lebih baik. Yang terpenting adalah bagaimana individu tersebut tetap menjaga identitas dan kontribusinya terhadap bangsa, baik di dalam maupun di luar negeri.merdeka.com+1fakta.com+1